Masih Ada Ya Seorang Ayah Yg Sudah Pensiun Masih Saja "Menuntut Anak dan Menantunya" Untuk Memberikan Uang Setiap Bulannya, Namun Saat Ia Meninggal, Orang-orang Baru Mengetahui Alasannya Yg Membuat Terharu/Menangis

Masih Ada Ya Seorang Ayah Yg Sudah Pensiun Masih Saja "Menuntut Anak dan Menantunya" Untuk Memberikan Uang Setiap Bulannya, Namun Saat Ia Meninggal, Orang-orang Baru Mengetahui Alasannya Yg Membuat Terharu/Menangis

Masih Ada Ya Seorang Ayah Yg Sudah Pensiun Masih Saja "Menuntut Anak dan Menantunya" Untuk Memberikan Uang Setiap Bulannya, Namun Saat Ia Meninggal, Orang-orang Baru Mengetahui Alasannya Yg Membuat Terharu/Menangis
DOYAN.Online - Mertua saya tinggal di pedesaan, istrinya sudah meninggal, dan dia adalah guru di sekolah desa.

Seperti kata suami saya, di rumah dia tidak memiliki kondisi yang cukup baik. Menjadi guru di pedesaan tidak menghasilkan banyak uang, jadi ayah harus meminjam uang dari saudara dan bank agar anak-anaknya bisa kuliah.

Belakangan suami saya datang ke kota, itu juga karena keluarganya sangat keras, jadi dia memutuskan untuk belajar keras dan berusaha mencari uang sendiri untuk mendapatkan uang kuliah lebih banyak sehingga dia bisa memiliki ketenangan pikiran.

Ketika kami berdua menikah, keadaan suami saya jauh lebih baik saat itu, dia telah mampu membeli rumahnya sendiri, gajinya juga lumayan, jadi kehidupan kami juga cukup bagus.

Saat itu, ayah mertua sudah pensiun, suami saya ingin mengajaknya ke kota untuk tinggal bersamanya, sekaligus agar dia bisa berbakti, tapi ayahnya tidak mau, mengatakan bahwa dia senang tinggal di desa.

Namun, ayah mertua saya mengajukan permintaan, memberitahu kami untuk memberinya uang 3 juta setiap bulannya.

Kami bukan tidak punya uang, hanya merasa agak aneh. Ayah saya setelah pensiun, pensiunnya bahkan lebih besar dari gaji saat mengajar.

Selain itu di pedesaan tidak ada yang perlu dibeli, tidak tahu buat apa semua uang yang dia minta itu?


Kami juga berbicara dengan Ayah, membantunya membeli barang, tapi dia bilang tidak perlu, “Beri ayah uang tunai saja,tidak apa-apa.”

Saya setuju dengan suami untuk tidak banyak bertanya lagi. Suami saya cukup rasional, dengan memberi ayahnya uang, dia akan bisa menggunakan uang itu untuk membeli apapun yang dia butuhkan, dan tentu saja dia adalah orang yang paling tahu barang apa yang paling dia butuhkan.

Dengan mengirim uang kepadanya setiap bulan, paling tidak kita tidak perlu khawatir dia akan mengalami kesulitan ekonomi, dan dengan begini juga dia punya kesempatan untuk berbakti.

Selama lebih dari 5 tahun, saya dan suami mengiriminya uang setiap bulannya.

Ketika saya dan suami kembali ke kampung halamannya, kami tidak menemukan satupun perabotan baru di rumahnya. Saya bercanda dengan suami saya, “Apa yang ayah sembunyikan untuk kita?”


Kesehatan ayah cukup baik, dekat dengan sanak saudara yang tidak terlalu banyak juga disana, jadi kami tidak perlu khawatir.

Namun akhir tahun lalu, tiba-tiba dia terkena stroke, kami membawanya ke kota untuk menjalani perawatan selama 2 bulan. Akhirnya, dia tidak bertahan, dia berusia 73 tahun saat meninggal dunia.

Saya terus berpikir, dalam beberapa tahun terakhir, pensiunannya ditambah uang yang saya dan suami saya berikan, jika dihitung jumlahnya mencapai ratusan juta, kemana uang ini pergi? Sungguh ini membuat kami berdua penasaran.

Setelah sampai di rumah, saya melihat sebuah buku catatan usang di laci lemari samping tempat tidur. Penasaran, saya buka buku itu untuk melihat, tulisan terakhir hanya catatan yang dibayarkan ke kerabat, dan tanggalnya adalah beberapa tahun lalu.

Saya tiba-tiba ingat bahwa suami saya pernah memberi tahu, dulu ayahnya berhutang kepada sanak saudara untuk biaya kuliah anak-anaknya, tapi menurut catatan ini, hutang itu sudah dibayar lunas beberapa tahun lalu.

Sayapun membalik-balik buku itu, dan di akhir buku, saya terkejut menemukan bahwa hampir semua uang itu digunakan untuk perlengkapan sekolah dan digunakan untuk memberi beasiswa kepada siswa-siswa di desa.


Saya baru tahu, ternyata mertua saya begitu hebat. Akhirnya saya mengerti, mengapa kerabat di desa ini memperlakukan kami dengan sangat baik, mengapa warga desa juga menyambut kami yang bukan penduduk disini dan sangat jarang datang, dengan sangat baik, dan mengapa saat ayah mertua saya meninggal, ada begitu banyak orang datang untuk membantu kami…

Suami saya juga melihat catatan di buku itu, dan dia juga menangis seperti saya.

Suami saya selalu mengatakan kepada saya bahwa dia harus tahu bagaimana cara melunasi hutangnya. Banyak orang membantu Anda sampai Anda menjadi sukses, dan setelah sukses Anda harus membantu orang lain juga agar menjadi sukses.

Kemudian kepala sekolah di desa memanggil kami. Dia mengatakan bahwa selama bertahun-tahun ayah mertua sangat dekat dengannya.

Ayah mertua adalah orang yang sederhana, setiap bulan dia mengirim uang untuk berkontribusi ke sekolah dan membantu siswa-siswa miskin.

Dia juga mengatakan tidak perlu mengatakan hal ini kepada siapapun, ini adalah harapan hidupnya sebagai guru, untuk melihat senyum polos, mata anak-anak yang tidak berdosa, yang ditemukannya dalam kehangatan.

Saya semakin mengagumi ayah mertua, dan kami memutuskan untuk mengirim uang setiap bulan ke desa itu untuk membantu anak-anak disana agar bisa sekolah dan mendapat pendidikan yang layak.

Tepat seperti yang diinginkan ayah mertua, untuk membantu orang lain agar menjadi sukses juga, setelah kita sendiri menjadi sukses karna dibantu oleh orang lain. (asmanih/rp)
Advertisement

Baca juga:

Masih Ada Ya Seorang Ayah Yg Sudah Pensiun Masih Saja "Menuntut Anak dan Menantunya" Untuk Memberikan Uang Setiap Bulannya, Namun Saat Ia Meninggal, Orang-orang Baru Mengetahui Alasannya Yg Membuat Terharu/Menangis

Baca Juga Ini